BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metabolisme
Metabolisme
merupakan rangkaian reaksi kimia yang diawali oleh substrat awal dan diakhiri
dengan produk akhir, yang terjadi dalam sel. Reaksi tersebut meliputi reaksi
penyusunan energi (anabolisme) dan reaksi penggunaan energi (katabolisme).
Dalam reaksi biokimia terjadi perubahan energi dari satu bentuk ke bentuk yang
lain, misalnya energi kimia dalam bentuk senyawa Adenosin Trifosfat (ATP)
diubah menjadi energi gerak untuk melakukan suatu aktivitas seperti bekerja,
berlari, jalan, dan lain-lain, (Wikipedia, 2011).
Metabolisme
meliputi segala aktivitas hidup yang bertujuan agar sel tersebut mampu untuk
tetap bertahan hidup, tumbuh, dan melakukan reproduksi. Semua sel penyusun
tubuh makhluk hidup memerlukan energi agar proses kehidupan dapat berlangsung.
Sel-sel menyimpan energi kimia dalam bentuk makanan kemudian mengubahnya dalam
bentuk energi lain pada proses metabolisme. Metabolisme dibedakan atas
anabolisme dan katabolisme, (Wikipedia, 2011).
Untuk
memperlancar berlangsungnya proses reaksi metabolisme dalam sel makhluk hidup
melibatkan komponen-komponen penting yang sangat berperan sebagai penunjangnya.
Tanpa komponen-komponen penunjang itu, maka proses reaksinya tidak akan
berjalan dengan lancar. Komponen-komponen yang sangat berperan dalam proses
metabolisme sel makhluk hidup terdiri atas Enzim, Adenosin Trifosfat (ATP),
dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Enzim
Enzim
merupakan senyawa organik atau katalis protein yang dihasilkan oleh sel dan
berperan sebagai katalisator yang dinamakan biokatalisator. Jadi, enzim dapat
mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi kimia yang berlangsung di dalam
sel. Perlu Anda ingat, walaupun enzim dibuat di dalam sel, tetapi untuk
bertindak sebagai katalis tidak harus berada di dalam sel. Reaksi yang dapat
dikendalikan oleh enzim antara lain respirasi, fotosintesis, pertumbuhan, dan
perkembangan, kontraksi otot, pencernaan dan fiksasi nitrogen. Secara kimia
enzim terdiri atas dua bagian (enzim lengkap/holoenzim), yaitu bagian protein
(apoenzim) dan bagian bukan protein (gugus prostetik) yang dihasilkan dalam sel
makhluk hidup. Jika gugus prostetiknya berasal dari senyawa organik kompleks
(misalnya, NADH, FADH, koenzim A dan vitamin B) disebut koenzim, apabila
berasal dari senyawa anorganik (misalnya, besi, seng, tembaga) disebut kofaktor. Enzim memiliki sifat khusus, yaitu
hanya dapat mengakatalisis suatu reaksi tertentu, sebagai contoh enzim lipase
hanya dapat mengkatalisis reaksi perubahan dari lemak menjadi gliserol dan asam
lemak, (Poedjiadi, 2007: 85).
Sifat
khusus enzim lainnya adalah tidak ikut bereaksi, artinya enzim hanya memproses
substrat (contohnya, lemak) menjadi produk (contohnya, gliserol dan asam lemak)
tanpa ikut mengalami perubahan dalam reaksi itu. Bahan tempat kerja enzim
disebut substrat dan hasil dari reaksi disebut produk. Dengan demikian enzim
dapat digunakan kembali untuk mengkatalisis reaksi yang sama, berikutnya.
Mekanisme kerja enzim dapat dilihat dari gambar disamping, (Poedjiadi,
2007: 85).
Secara
sederhana cara kerja enzim dapat digambarkan dengan kunci dan gembok. Kompleks
enzim dapat tumbuh pada substrat karena pada permukaan enzim terdapat sisi
aktif. Sisi aktif tersebut mempunyai konfigurasi aktif tertentu dan hanya
substrat tertentu yang dapat bergabung dan menyebabkan enzim dapat bekerja
secara spesifik. Secara sederhana reaksi enzim dituliskan:
Sifat-sifat
enzim selain sebagai biokatalisator dan sebagai suatu protein, enzim mempunyai
sifat yaitu berperan tidak bolak-balik. Artinya enzim dapat bekerja menguraikan
suatu substrat menjadi substrat tertentu dan tidak sebaliknya dapat menyusun
substrat sumber dari hasil penguraian, misalya enzim protease dapat menguraikan
protein menjadi asam amino, tetapi tidak menggabungkan asam aminonya menjadi protein.
Enzim menjadi rusak apabila berada pada suhu yang terlalu panas atau terlalu
dingin. Sebagian besar enzim akan rusak pada suhu di atas 60, karena proteinnya
(gugus prostetik) menggumpal (koagulasi). Jika telah rusak maka tidak akan
berfungsi lagi meskipun berada pada suhu normal, rusaknya enzim oleh panas
disebut denaturasi. Selain itu, kerja
enzim juga dapat terhalang oleh zat lain. Zat yang dapat menghambat kerja enzim
disebut inhibitor, contohnya CO, Arsen,
Hg, dan Sianida. Sebaliknya zat yang dapat mempercepat jalannya reaksi
disebut aktivator, contohnya ion Mg2+,
Ca2+, zat organik seperti koenzim-A, (Poedjiadi, 2007: 85).
a. Cara Kerja Enzim
Banyak
enzim yang dapat bekerja bolak-balik. Enzim dapat mengubah substrat menjadi
hasil akhir. Sebaliknya, enzim juga dapat mengembalikan hasil akhir menjadi
substrat jika lingkungannya berubah. Contohnya enzim lipase dapat berfungsi
sebagai katalisator dalam perubahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Enzim bekerja spesifik artinya enzim mempunyai fungsi yang khusus. Untuk
perubahan zat tertentu, diperlukan enzim tertentu. Jika enzimnya berbeda, maka
hasil akhirnya akan berbeda pula. Cara kerja enzim ada dua yaitu dengan model
kunci gembok dan kecocokan terinduksi, (Anonim, 2014).
1) Kunci Gembok (lock and key)
Enzim
dimisalkan sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat
berikatan dengan substrat. Bagian tersebut disebut sisi aktif. Substrat
dimisalkan sebagai kunci karena dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif
enzim (gembok) , (Anonim, 2014).
2) Kecocokan terinduksi
Pada
model ini penempelan substrat pada sisi aktif enzim akan menginduksi perubahan
sisi aktif enzim menjadi sesuai dengan bentuk substrat, (Anonim, 2014).
b. Faktor yang mempengaruhi kerja Enzim
Ada empat
faktor yang memengaruhi kerja enzim yaitu temperature, pH, konsentrasi, dan
Inhibitor.
1) Temperatur
Karena
enzim tersusun dari protein enzim sangat peka terhadap temperature. Temperature
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein. Temperature yang rendah
dapat menghambat reaksi. Temperature optimum setiap enzim berbeda-beda.
Enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh umumnya memiliki temperature optimum
sekitar 30-400C. Kebanyakan enzim tidak menunjukan reaksi jika suhu turun
sampai sekitar 00C, namun enzim tidak rusak. Jika suhu normal kembali, enzim
akan aktif kembali. Enzim tahan pada suhu rendah. Namun dapat rusak diatas suhu
500C, (Anonim, 2014).
2) Perubahan pH
Enzim
juga sangat terpengaruh oleh pH. Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam
amino kunci pada sisi aktif enzim sehingga menghalangi sisi aktif bergabung
dengan substratnya. pH optimum yang diperlukan berbeda-beda, tergantung pada
jenis enzimnya, (Anonim, 2014).
3) Konsentrasi Enzim dan Substrat
Agar
reaksi berjalan optimum, maka perbandingan jumlah antara enzim dan susbtrat
harus sesuai. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak, reaksi
akan berjalan lambat dan bahkan ada substrat yang tak terkatalisasi. Semakin
banyak enzim, reaksi akan semakin cepat, (Anonim, 2014).
4) Inhibitor Enzim
Sering
kali kerja enzim dihambat oleh suatu zat yang disebut inhibitor. Jika inhibitor
ditambahkan kedalam campuran enzim dan substrat, kecepatan reaksi akan turun.
Cara kerja inhibitor ini berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor
yang masih mampu atau tidak mampu berikatan dengan substrat. Ada dua jenis
inhibitor yaitu :
a) Inhibitor Kompetitif
Pada
penghambatan ini, zat-zat penghambat mempunyai struktur yang mirip dengan
struktur substrat. Dengan demikian, baik substrat maupun zat penghambat
berkompetisi atau bersaing untuk bergabung dengan sisi aktif enzim. Jika zat
penghambat lebih dulu berikatan dengan sisi aktif enzim substrat tidak dapat
lagi berikatan dengan sisi aktif enzim, (Anonim, 2014).
b) Inhibitor nonkompetitif
Pada
penghambatan ini, substrat sudah tidak dapat berikatan dengan kompleks
enzim-inhibitor. Karena sisi aktif enzim berubah.
c) Nomenklatur dan Klasifikasi Enzim
Enzim
diberi nama dengan menambah akhiran –ase pada nama substrat yang diubah oleh
enzim tersebut. Misalnya substrat maltose diubah oleh enzim maltase menjadi
glukosa, enzim yang mengubah lemak yaitu lipase, enzim yang mengubah
karbohidrat merupakan kelompok karbohidrase. Ada pula nama enzim yang tidak
berakhiran –ase misalnya pepsin, tripsin, ptyalin, dan erepsin. Berdasarkan
peristiwa yang terjadi didalam suatu reaksi maka enzim dapat digolongkan
menjadi dua golongan yaitu :
1) Golongan hidrolase yaitu enzim yang
dengan penambahan air atau dengan adanya air dapat mengubah suatu substrat
menjadi hasil akhir misalnya karboksilase, protease, dan lipase.
2) Golongan desmolase yaitu enzim yang
dapat memecah ikatan C – C atau C – N. contohnya enzim-enzim peroksidase,
dehidrogenase, katalase, karboksilase, dan transaminase, (Anonim, 2014).
2. Adenosin Trifosfat (ATP)
Adenosin
Trifosfat (ATP) merupakan senyawa kimia berenergi tinggi, tersusun dari ikatan
adenin purin terikat pada gula yang mengandung 5 atom C, yaitu ribose dan tiga
gugus fosfat. Meskipun digolongkan sebagai molekul berenergi tinggi, ikatan kimianya
labil dan mudah melepaskan gugus fosfatnya. Pada saat sel membutuhkan energi,
ATP dapat segera dipecah melalui reaksi hidrolisis (reaksi dengan air) dan
terbentuk energi yang sifatnya mobil sehingga dapat diangkut dan digunakan oleh
seluruh bagian sel tersebut, (Anonim, 2014).
B. Katabolisme Karbohidrat
Metabolisme
dalam makhluk hidup dapat dibedakan menjadi katabolisme dan anabolisme.
Katabolisme adalah proses penguraian atau pemecahan senyawa organik kompleks
menjadi senyawa sederhana. Dalam proses katabolisme, terjadi pelepasan energi
sebagai hasil pemecahan senyawa-senyawa organik kompleks tersebut. Adapun
anabolisme adalah proses pembentukan atau penyusunan senyawa organik sederhana
menjadi senyawa kompleks. Kebalikan dari katabolisme, proses anabolisme ini
memerlukan energi. Kali ini akan dibahas mengenai proses katabolisme. Contoh
dari proses katabolisme adalah respirasi selular. Berbeda dengan pengertian
respirasi pada umumnya (proses pengikatan O2), respirasi selular diartikan
sebagai reaksi oksidasi molekul berenergi tinggi untuk melepaskan energinya.
Respirasi selular terjadi pada semua sel tubuh hewan maupun tumbuhan terutama
di mitokondria. Pada respirasi selular, molekul glukosa (karbohidrat) dan bahan
makanan lain diuraikan atau dipecah menjadi karbon dioksida (CO2), air (H2O),
dan energi dalam bentuk ATP. Berdasarkan keterlibatan oksigen dalam prosesnya,
respirasi selular terbagi menjadi respirasi aerob dan respirasi anaerob, (Toha,
2001: 45).
1. Respirasi
Aerob
Respirasi
aerob adalah proses respirasi yang menggunakan oksigen. Secara sederhana,
proses respirasi aerob pada glukosa dituliskan sebagai berikut.
C6H12O6 + 6O2
6H2O + 6CO2 + energi
Proses
respirasi aerob melewati tiga tahap, yaitu:
a. Glikolisis
Glikolisis
merupakan serangkaian reaksi yang terjadi di sitosol pada hampir semua sel
hidup. Pada tahap ini, terjadi pengubahan senyawa glukosa dengan 6 atom C,
menjadi dua senyawa asam piruvat dengan 3 atom C, serta NADH dan ATP. Tahap
glikolisis belum membutuhkan oksigen. Glikolisis yang terdiri atas sepuluh
reaksi, dapat disimpulkan dalam dua tahap:
1) Reaksi penambahan gugus fosfat. Pada tahap ini digunakan dua
molekul ATP.
2) Gliseraldehid-3-fosfat diubah menjadi asam piruvat. Selain itu,
dihasilkan 4 molekul ATP dan 2 molekul NADH. Pada tahap glikolisis dihasilkan
energi dalam bentuk ATP sebanyak 4 ATP. Namun karena 2 ATP digunakan pada awal
glikolisis maka hasil akhir energi yang didapat adalah 2 ATP, (Toha, 2001: 45).

b. Siklus Krebs
Dua molekul asam piruvat hasil dari glikolisis ditransportasikan
dari sitoplasma ke dalam mitokondria, tempat terjadinya siklus Krebs. Akan
tetapi, asam piruvat sendiri tidak akan memasuki reaksi siklus Krebs tersebut.
Asam piruvat tersebut akan diubah menjadi asetil koenzim A (asetil koA). Tahap
pengubahan asam piruvat menjadi asetil koenzim A ini terkadang disebut tahap
transisi atau reaksi dekarboksilasi oksidatif. Berikut ini gambar proses
pengubahan satu asam piruvat menjadi asetil koenzim A, (Toha, 2001: 47).


Selain
dihasilkan energi pada siklus Krebs, juga dihasilkan hidrogen yang direaksikan
dengan oksigen membentuk air. Molekul-molekul sumber elektron seperti NADH dan
FADH2 dari glikolisis dan siklus Krebs, selanjutnya memasuki tahap transpor
elektron untuk menghasilkan molekul berenergi siap pakai, (Toha, 2001: 47).
c.
Sistem Transfer Elektron
Tahap terakhir dari respirasi seluler aerob adalah sistem transfer
elektron. Tahap ini terjadi pada ruang intermembran dari mitokondria. Pada
tahap inilah ATP paling banyak dihasilkan. Seperti Anda ketahui, sejauh ini
hanya dihasilkan 4 molekul ATP dari satu molekul glukosa, yaitu 2 molekul dari
glikolisis dan 2 molekul dari sikluk Krebs. Akan tetapi, dari glikolisis dan
siklus Krebs dihasilkan 10 NADH (2 dari glikolisis, 2 dari tahap transisi
siklus Krebs, dan 6 dari iklus Krebs) dan 2 FADH2. Molekul-molekul inilah yang
akan berperan dalam menghasilkan ATP. Jika Anda perhatikan, meskipun glikolisis
dan siklus Krebs termasuk tahap respirasi aerob, namun sejauh ini belum ada
molekul oksigen yang terlibat langsung dalam reaksi. Pada tahap transfer
elektron inilah oksigen terlibat secara langsung dalam reaksi. Pada reaksi
pertama, NADH mentransfer sepasang elekron kepada molekul flavoprotein (FP).
Transfer elektron mereduksi flavoprotein, sedangkan NADH teroksidasi kembali
menjadi ion NAD+. Elektron bergerak dari flavoprotein menuju sedikitnya enam
akseptor elektron yang berbeda. Akhirnya, elektron mencapai akseptor protein
terakhir berupa sitokrom a dan a3,
(Campbell, 2009).


2. Respirasi Anaerob
2. Respirasi
anaerob
Respirasi anaerob adalah proses respirasi yang tidak memerlukan oksigen. Salah satu
contoh proses ini adalah proses fermentasi. Respirasi anaerob dapat terjadi
pada manusia dan hewan jika tubuh memerlukan energi secara cepat. Pada
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur, respirasi anaerob dilakukan karena
keadaan lingkungan yang tidak memungkinkan dan belum memiliki sistem
metabolisme yang kompleks. Pada tahap tersebut, glukosa dapat dipecah untuk
menghasilkan total 2 ATP dan tidak memerlukan oksigen. Meskipun energi yang
dihasilkannya jauh lebih kecil daripada respirasi aerob, jumlah ini cukup bagi mikroorganisme
dan energi awal bagi hewan. Selain menghasilkan ATP, glikolisis juga
menghasilkan NADH dan NAD+. Tanpa suplai NAD+ yang memadai, proses glikolisis
pada respirasi anaerob dapat terhenti. Oleh karena itu, organisme yang
melakukan respirasi anaerob harus mampu mengoksidasi NADH menjadi NAD+ kembali.
Berdasarkan hal tersebut terdapat dua cara respirasi anaerob yang dilakukan
organisme, (Campbell, 2009).
a. Fermentasi
alkohol
Beberapa
organisme seperti khamir (Saccharomyces cereviceace) melakukan fermentasi
alkohol. Organisme ini mengubah glukosa melalui fermentasi menjadi alkohol
(etanol).

Proses fermentasi alkohol diawali dengan pemecahan satu molekul
glukosa menjadi dua molekul asam piruvat. Pada proses tersebut, dibentuk juga 2
ATP dan 2 NADH. Setiap asam piruvat diubah menjadi asetildehid dengan
membebaskan CO2 . Asetildehid diubah menjadi etanol dan NADH diubah menjadi
NAD+ untuk selanjutnya digunakan dalam glikolisis kembali. Fermentasi alkohol
merupakan jenis fermentasi yang banyak digunakan manusia selama ribuan tahun
dalam pengolahan bahan makanan. Khamir banyak digunakan dalam pembuatan roti
dan minuman beralkohol, (Campbell, 2009).
b. Fermentasi Asam Laktat
Sama halnya dengan fermentasi alkohol, fermentasi asam laktat
dimulai dengan tahap glikolisis. Fermentasi asam laktat dilakukan oleh sel otot
dan beberapa sel lainnya, serta beberapa bakteri asam laktat. Pada otot, proses
ini dapat menyediakan energi yang dibutuhkan secara cepat. Akan tetapi,
penumpukan asam laktat berlebih dapat menyebabkan otot lelah. Asam laktat
berlebih dibawa darah menuju hati untuk diubah kembali menjadi asam piruvat.
Industri susu menggunakan fermentasi asam laktat oleh bakteri untuk membuat
keju dan yoghurt. Glukosa akan dipecah menjadi 2 molekul asam piruvat melalui
glikolisis, membentuk 2 ATP dan 2 NADH. NADH diubah kembali menjadi NAD+ saat
pembentukan asam laktat dari asam piruvat. Fermentasi asam laktat tidak
menghasilkan CO2, seperti halnya fermentasi alkohol, (Campbell, 2009).

C. Anabolisme
Karbohidrat
Anabolisme
adalah proses pembentukan atau penyusunan senyawa organik sederhana menjadi
senyawa organik kompleks. Senyawa kompleks tersebut dapat berupa karbohidrat,
lemak, dan protein. Senyawa kompleks tersebut merupakan zat makanan yang
diperlukan makhluk hidup. Anabolisme dapat terjadi melalui fotosintesis
dan kemosintesis, (Wijaya, 2007: 35).
1. Fotosintesis
Fotosintesis
adalah proses pembentukan karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) dan air (H2O)
pada kloroplas dengan bantuan cahaya matahari. Fotosintesis dapat dilakukan
oleh tumbuhan, alga, dan bakteri yang memiliki kloroplas. Hasil dari
fotosintesis adalah molekul glukosa yang disimpan dalam bentuk pati, amilum,
atau tepung. Secara garis besar, reaksi fotosintesis dapat dituliskan sebagai
berikut:
6H2O
+ 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa)
+ 6O2
Pada beberapa
aspek, proses fotosintesis dapat dikatakan sebagai kebalikan proses respirasi
seluler. Fotosintesis membentuk glukosa dan menggunakan energi matahari,
sedangkan respirasi memecah glukosa untuk menghasilkan energi, (Wijaya, 2007:
35).
a. Cahaya
Matahari
Cahaya
matahari merupakan salah satu bentuk energi. Mata manusia dapat melihat cahaya
tampak dengan panjang gelombang 400 nm (ungu) hingga 730 nm (merah). Cahaya
matahari sebenarnya merupakan campuran panjang gelombang yang berbeda dan
cahaya tampak hanyalah sebagian kecil gelombang yang dipancarkan matahari.
Cahaya tampak terdiri atas warna pelangidari ungu hingga merah, (Wijaya, 2007:
37).
Permukaan
benda akan tampak hitam jika menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak.
Adapun benda yang tampak putih memantulkan semua panjang gelombang cahaya
tampak. Benda yang berwarna menyerap sebagian warna dan memantulkan warna yang
terlihat mata. Jika benda berwarna merah, ia memantulkan cahaya merah dan
menyerap cahaya lainnya, (Wijaya, 2007: 37).
b. Pigmen
Fotosintesis
Pada
sel eukariot, proses fotosintesis terjadi dalam organel yang disebut kloroplas.
Organel ini memiliki dua lapis membran luar. Di dalam kloroplas terdapat
tumpukan membran yang disebut tilakoid.
Tilakoid merupakan membran yang mirip kantung dan pada beberapa bagian tersusun
bertumpuk membentuk grana. Bagian matriks
dari kloroplas disebut stroma, (Wijaya, 2007: 39).
Membran
tilakoid memiliki protein penting dan berperan sebagai pembawa elektron. Akan
tetapi, fungsi penting dari membran ini dalam fotosintesis adalah kandungan
pigmen yang terdapat di dalamnya, yakni pigmen klorofil. Klorofil adalah pigmen
yang menyerap cahaya dengan efisiensi tinggi. Seperti pigmen lainnya, klorofil
hanya dapat menyerap sebagian cahaya tampak. Klorofil dapat menyerap cahaya
merah dan biru sangat baik, sedangkan cahaya hijau sangat sedikit diserap. Oleh
karena itulah tumbuhan yang mengandung klorofil terlihat berwarna hijau oleh
mata kita karena cahaya hijau lebih banyak dipantulkan. Tumbuhan juga memiliki
pigmen lain, terutama karotenoid. Pigmen karotenoid termasuk karoten dan
xantofil. Pigmen warna kuning, jingga, merah, dan ungu ini menyebabkan bakteri,
tomat dan daun memiliki warna beraneka ragam. Terdapat beberapa jenis klorofil,
yaitu klorofil a, b, c, dan d. Klorofil a merupakan jenis klorofil yang paling
penting dalam fotosintesis. Klorofil ini terdapat pada semua makhluk hidup yang
dapat berfotosintesis. Klorofil a dapat menyerap cahaya maksimal dengan panjang
gelombang 430 nm dan 662 nm. Klorofil b
juga berperan dalam fotosintesis. Klorofil b menyerap cahaya maksimal dengan panjang
gelombang 453 dan 642 nm, (Wijaya, 2007: 39).
c. Mekanisme Fotosintesis
Pada awal abad ke-20, para ilmuwan menyadari bahwa fotosintesis
dapat dibedakan menjadi dua proses reaksi yang memerlukan cahaya dan reaksi
yang tidak memerlukan cahaya. Reaksi yang memerlukan cahaya disebut juga reaksi
terang. Reaksi ini secara langsung berhubungan dengan pigmen dan tilakoid di
kloroplas. Adapun reaksi yang tidak memerlukan cahaya disebut juga reaksi
gelap, terjadi di stroma dan matriks klorofil, (Wijaya, 2007: 41).

1)
Reaksi Terang
Proses
dari reaksi terang adalah pusat fotosintesis. Pusat reaksi tersusun atas
molekul klorofil yang dikelilingi oleh molekul lain yang mampu menerima
elektron. Pusat reaksi terang disebut
fotosistem yang terdiri atas kompleks protein, klorofil, dan pigmen lain
yang menyerap cahaya. Fotosistem ini terdapat di membran tilakoid. Pada
tumbuhan dan alga terdapat dua pusat reaksi yang bekerja secara teratur. Pusat
reaksi ini ditemukan karena memiliki penyerapan panjang gelombang cahaya yang
berbeda. Fotosistem I memiliki
penyerapan cahaya maksimum 700 nm, karena pada fotosistem I terdapat pigmen
yang dapat menyerap panjang gelombang maksimum 700 nm (p700). Fotosistem II
memiliki penyerapan cahaya maksimum 680 nm dengan pigmen yang dapat menyerap
panjang gelombang maksimum 680 nm (p680). Meskipun fotosistem I ditemukan lebih
dahulu, reaksi transfer elektron berawal dari fotosistem II. Elektron bergerak
dari fotosistem II ke fotosistem I. Ketika cahaya matahari (foton) mengenai fososistem
II, akan menyebabkan elektronnya tereksitasi (keluar). Elektron ini akan
digantikan oleh elektron hasil hidrolisis dari molekul air. Peristiwa pemecahan
molekul air pada fotosintesis ini disebut
fotolisis, (Wijaya, 2007: 41).
2) Reaksi Gelap
Reaksi
gelap merupakan langkah selanjutnya setelah reaksi terang. Reaksi ini terjadi
di stroma kloroplas. Reaksi terang telah menyediakan energi kimia pada stroma
kloroplas dalam bentuk ATP dan NADPH. Energi ini akan digunakan untuk
menghasilkan glukosa, yaitu hasil akhir reaksi fotosintesis. Reaksi gelap
memerlukan ATP, NADPH, CO2 , rangkaian enzim, serta kofaktor yang dapat
ditemukan pada stroma kloroplas. Reaksi ini dijelaskan pertama kali oleh Melvin
Calvin dan Andrew Benson. Oleh karena itu, reaksi ini disebut juga siklus
Calvin-Benson, (Wijaya, 2007: 41).

a)
Fase fiksasi
Berdasarkan gambar tersebut, langkah pertama siklus
Calvin-Benson adalah fiksasi CO2 dari udara oleh ribulosa bifosfat (RuBP)
dengan bantuan enzim rubisko. Fiksasi ini membentuk senyawa beratom C6. Hasil
yang tidak stabil tersebut dipecah menjadi 2 senyawa C3 (3-fosfogliserat). Oleh
karena itu, setiap 3 molekul CO2 yang masuk akan menghasilkan enam molekul
3-fosfogliserat, (Wijaya, 2007: 42).
b)
Fase reduksi
Pada fase
reduksi, NADPH mereduksi 3-fosfogliserat menjadi 3-fosfogliseraldehid (G3P)
dengan bantuan ATP. Untuk membuat 1 molekul G3P, siklus tersebut memerlukan
atom karbon dari tiga molekul CO2. Sebenarnya siklus ini mengambil satu karbon
setiap satu siklusnya. Namun pada awal reaksi, digunakan 3 molekul CO2 sehingga satu siklus reaksi ini menghasilkan
1 molekul G3P utuh, (Wijaya, 2007: 42).
c)
Pelepasan satu molekul G3P
Lima molekul
G3P dari langkah kedua tetap berada dalam siklus. Satu molekul G3P yang
dilepaskan dari siklus merupakan hasil bersih fotosintesis. Sel tumbuhan
menggunakan dua molekul G3P untuk membentuk satu molekul glukosa, (Wijaya,
2007: 42).
d)
Fase regenerasi RuBP
Rangkaian
reaksi kimia menggunakan energi ATP untuk menyusun kembali atom pada lima
molekul G3P (total 15 atom C). Hal tersebut untuk membentuk tiga molekul RuBP
yang akan digunakan kembali dalam siklus Calvin-Benson, (Wijaya, 2007: 42).
d.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Fotosintesis
Terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi fotosintesis pada tumbuhan. Faktor tersebut
dapat dikelompokkan menjadi faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor
genetis menentukan sifat dasar fotosintesis suatu tumbuhan. Faktor genetis
mengatur lebar daun, jumlah daun, serta konsentrasi klorofil suatu tumbuhan.
Faktor lingkungan memengaruhi fotosintesis suatu tumbuhan sehingga daun
tumbuhan dari spesies yang sama dapat memiliki laju fotosintesis yang berbeda.
Faktor lingkungan dapat memengaruhi fotosintesis tumbuhan, di antaranya sebagai
berikut, (Fitria, 2012).
1) Faktor
cahaya, sangat mempengarui fotosintesis. Jika tidak terdapat cahaya,
fotosintesis tidak terjadi. Ketika cahaya mulai tampak dan intensitasnya
semakin naik, fotosintesis pun mulai terjadi dan lajunya naik seiring
intensitas cahaya. Laju intensitas maksimum umumnya terjadi mendekati tengah
hari. Ketika cahaya matahari bersinar sangat terang, (Fitria, 2012).
2) Faktor suhu,
memengaruhi fotosintesis dengan adanya rentang suhu optimal bagi fotosintesis.
Suhu optimal tersebut berkisar antara 28–30°C. Fotosintesis umumnya tidak dapat
berlangsung pada suhu di bawah 5°C dan di atas 50°C, (Fitria, 2012).
3) Konsentrasi CO2, pada tingkat di bawah 0,15 % dapat meningkatkan
laju fotosintesis. Akan tetapi, jika konsentrasi CO2 0,15% atau lebih, stomata akan menutup dan
fotosintesis terhenti. Bahkan pada beberapa tumbuhan, konsentrasi CO2 di atas
normal (0,04%) tidak lagi meningkatkan laju fotosintesis, (Fitria, 2012).
4) Ketersediaan air berperan dalam fotosintesis. Fotosintesis dapat
terhenti jika tidak tersedia air yang menyebabkan stomata menutup dan
menghentikan laju fotosintesis, (Fitria, 2012).
5) Ketersediaan
nutrisi, berhubungan dengan pembentukan klorofil serta kofaktor enzim-enzim
fotosintesis. Jika nutrisi tersebut tidak tersedia dapat menghambat
fotosintesis, (Fitria, 2012).
2. Kemosintesis
Kemosintesis
merupakan salah satu proses pembentukan (anabolisme) untuk menghasilkan molekul
organik berenergi. Beberapa bakteri diketahui memiliki kemampuan ini. Berbeda
dengan fotosintesis yang menggunakan energi matahari untuk menghasilkan ATP dan
NADPH, bakteri kemoautotrof menggunakan reaksi kimia anorganik sebagai sumber
energi. Mereka dapat mengoksidasi molekul anorganik untuk menghasilkan ATP dan
NADPH, kemudian menggunakannya untuk mereduksi CO2 menjadi molekul organik. Bakteri belerang dari
genus Thiobacillus, dapat menggunakan sulfur (belerang) untuk menghasilkan
molekul organik. Ia mengoksidasi H2 S (sulfur) menjadi S(sulfat), (Wahyu,
2010).
Bakteri
hidrogen, Hydrogenomonas, dapat
mengoksidasi H2 (hidrogen) menjadi H2 O. Adapun bakteri besi, Ferrobacillus, mampu mengoksidasi ferro
(Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) untuk menghasilkan molekul organik. Kemosintesis
juga terjadi pada bakteri Nitrosomonas yang mengoksidasi amoniak (NH3 ) menjadi
nitrit (NO2 –). Kemudian, bakteri Nitrobacter mengoksidasi nitrit (NO2 –)
menjadi nitrat (NO3–), (Wahyu, 2010).
Makhluk
hidup kemoautotrof tumbuh secara lambat, karena reaksi ini tidak menghasilkan
banyak energi. Makhluk hidup ini hidup di tempat- tempat yang ekstrim, tempat
makhluk hidup lain tidak bertahan. Contohnya di kawah gunung, di dalam tanah,
dan di rekahan dasar laut. Beberapa bakteri kemoautotrof seperti Nitrosomonas
dan Nitrobacter berperan juga dalam siklus materi di ekosistem, (Wahyu, 2010).
D. Keterkaitan
Metabolisme
1. Keterkaitan
Antara Anabolisme dengan Katabolisme Karbohidrat
Anabolisme
merupakan proses pembentukan senyawa kompleks dari senyawa sederhana dengan
memerlukan energi. Jadi, reaksi anabolisme bersifat endergonik. Sementara itu,
katabolisme merupakan proses pemecahan atau penguraian senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan energi. Jadi, reaksi
katabolisme bersifat eksergonik. Salah satu proses anabolisme yaitu sintesis
atau pembentukan karbohidrat melalui fotosintesis yang terjadi pada
tumbuh-tumbuhan. CO2 dan H2O, dalam reaksi ini, dengan bantuan energi cahaya
diubah menjadi karbohidrat yang di dalamnya mengandung energi dalam bentuk
ikatan kimia. Sementara itu dalam sel-sel makhluk hidup, karbohidrat (dalam hal
ini glukosa) akan mengalami serangkaian reaksi respirasi sehingga dihasilkan energi.
Selain dibebaskan energi, reaksi pemecahan (katabolisme) glukosa ini juga
menghasilkan CO2 dan H2O,( Wirahadikusumah, 1985).
2. Keterkaitan
Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Protein
Karbohidrat
bukanlah satu-satunya zat makanan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi. Zat makanan lain, seperti lemak dan protein dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Tentu saja tahap-tahap reaksinya tidak sama dengan metabolisme
karbohidrat. Hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak dan gliserol. Asam lemak
akan mengalami beta-oksidasi menjadi asetil Co-A. Selanjutnya, asetil Co-A akan
memasuki daur atau siklus Krebs. Sementara itu, gliserol akan diubah menjadi
senyawa fosfogliseraldehid (G3P) agar dapat memasuki reaksi glikolisis.
Bagaimana jika protein digunakan sebagai sumber energi? Protein yang memiliki
sistem pencernaan akan dipecah oleh enzim protease menjadi asam amino.
Selanjutnya, asam amino mengalami reaksi deaminasi sehingga dihasilkan NH3 atau
gugus amin dan asam keto. Pada mamalia dan beberapa hewan pada umumnya, gugus
Amin atau NH3 diubah menjadi urea dan dikeluarkan sebagai urine. Sementara itu,
asam keto dapat memasuki reaksi glikolisis atau daur Krebs,( Wirahadikusumah, 1985).
E. Teknologi
yang Berkaitan dengan Metabolisme Makanan
1. Makanan
Berkadar Gula Rendah
Tujuan
utama metabolisme dalam tubuh untuk memperoleh energi. Contoh saat makan sepiring
nasi. Nasi dikunyah dalam mulut, segera mengalami pencernaan enzimatis oleh ptialin.
Pada saat itu, nasi (karbohidrat) dipecah menjadi glukosa dan maltosa.
Selanjutnya, maltosa mengalami pencernaan lanjutan dalam usus halus. Maltosa
tersebut kemudian dipecah oleh enzim maltase sehingga menghasilkan 2 molekul
glukosa. Glukosa yang dihasilkan terlarut dalam darah dan diangkut menuju
sel-sel tubuh. Pada tubuh kita terdapat hormon insulin yang bertugas
mengendalikan kadar gula dalam darah. Pada orang dewasa normal, kadar gula
dalam darah berkisar antara 110 mg/ dL–200 mg/dL. Jika gula dalam darah
kadarnya melebihi angka tersebut (misalnya > 300 mg/dL), aktivitas tubuh
akan terganggu. Seseorang yang kadar gulanya melebihi normal dikatakan orang
tersebut menderita diabetes millitus (DM). Salah satu penyebab kadar gula dapat
melebihi angka normal adalah kelenjar penghasil insulin tidak dapat bekerja
dengan baik. Bagi penderita diabetes militus tidak dianjurkan mengonsumsi
makanan yang mengandung banyak gula. Hal ini bertujuan agar kadar gulanya
terkendali. Oleh karena itu diperlukan terapi makanan khusus untuk membantu
penderita diabetes militus, (Anonim, 2013).
2. Teknologi
Pengawetan Makanan
Pada
awalnya manusia kebingungan mencari cara menyimpan makanan. Hal ini karena
beberapa jenis makanan akan menjadi busuk atau rusak jika lama tidak dimanfaatkan.
Akhirnya ditemukanlah beberapa cara mengawetkan makanan, misalnya dengan
pemanasan (pasteurisasi dan sterilisasi), penambahan bahan kimia, pendinginan,
dan dengan pengolahan tertentu. Pengawetan dengan pemanasan, seperti
pasteurisasi dan sterilisasi, terbukti efektif membunuh berbagai bakteri
pembusuk. Bahkan beberapa jenis racun yang terkandung dalam makanan dapat
dihilangkan dengan pemanasan. Akan tetapi, akibat pemanasan itu zat gizi dalam
makanan menjadi rusak, misalnya vitamin dan protein. Selain pemanasan,
pembekuan juga banyak dipakai dalam mengawetkan makanan. Pembekuan merupakan
cara pengawetan yang paling baik. Namun demikian, sayuran dan buah-buahan akan
kehilangan 6% vitamin C selama penyimpanan dalam lemari es. Bukan hanya vitamin
saja, kandungan protein dalam daging juga akan menyusut selama penyimpanan beku
ini. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa makanan dan minuman hasil
fermentasi nilai gizinya lebih tinggi daripada bahan mentahnya. Selain itu,
juga memiliki sifat sebagai antibiotika. Kita ambil contoh makanan dan minuman
yang difermentasi menggunakan jasa bakteri laktat. Aktivitas bakteri asam
laktat selama fermentasi mengakibatkan pH bahan makanan. Bakteri fekal (bakteri
Coli dalam usus) dalam kondisi ini tidak dapat hidup sehingga makanan menjadi
awet (tidak cepat rusak atau membusuk). Selain itu, bakteri tersebut juga
menghasilkan metabolit yang berupa antibiotik, yaitu laktobasilin dan senyawa
NI (Not yet Idential atau belum diketahui). Senyawa ini dipercaya dapat mencegah
timbulnya kanker, (Anonim, 2013).
3. Teknologi
Substitusi Energi (Makanan Suplemen)
Pada
keadaan tertentu, misalnya sedang sakit, manusia membutuhkan makanan yang siap
diserap tanpa melalui proses pencernaan. Kondisi ini tentu saja tidak berlaku
bagi orang sehat. Sebagai contoh, seorang pasien di rumah sakit di mana kondisi
kesehatannya tidak memungkinkan untuk mengunyah makanan, ia sangat perlu
mendapatkan masukan zat-zat makanan untuk menjaga kondisi tubuhnya. Dengan
memasukkan infus ke tubuh pasien kebutuhan zat makanannya akan terpenuhi,
terutama glukosa sebagai sumber energi dan ion-ion dalam bentuk garam mineral,
seperti Na+, K+, Ca2+, Cl-, dan laktat, (Anonim, 2013).
F. Kelainan
Metabolisme
1. Galaktosemia
Galaktosemia
(kadar galaktosa yang tinggi dalam darah) biasanya disebabkan oleh kekurangan
enzimgalaktose 1-fosfat uridil transferase. Kelainan ini merupakan kelainan
bawaan. Sekitar 1 dari 50.000-70.000 bayi terlahir tanpa enzim tersebut. Pada
awalnya mereka tampak normal, tetapi beberapa hari atau beberapa minggu
kemudian, nafsu makannya akan berkurang, muntah, tampak kuning (jaundice) dan
pertumbuhannya yang normal terhenti. Hati membesar, di dalam air kemihnya
ditemukan sejumlah besar protein dan asam amino, terjadi pembengkakan jaringan
dan penimbunan cairan dalam tubuh,( atriyanto, 2013).
2. Glikogenosis
Glikogenosis
(Penyakit penimbunan glikogen) adalah sekumpulan penyakit keturunan yang
disebabkan oleh tidak adanya 1 atau beberapa enzim yang diperlukan untuk
mengubah gula menjadi glikogen atau mengubah glikogen menjadi glukosa (untuk
digunakan sebagai energi). Pada glikogenosis, sejenis atau sejumlah glikogen
yang abnormal diendapkan di dalam jaringan tubuh, terutama di hati.Gejalanya
timbul sebagai akibat dari penimbunan glikogen atau hasil pemecahan glikogen
atau akibat dari ketidakmampuan untuk menghasilkan glukosa yang diperlukan oleh
tubuh.Usia ketika timbulnya gejala dan beratnya gejala bervariasi, tergantung
kepada enzim apa yang tidak ditemukan,( atriyanto, 2013).
3. Penyakit Fenilketonuria
Fenilketonuria
adalah suatu penyakit metabolisme dari salah satu jenis asam amino pembentuk
protein yaitu, fenilalanin yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan retardasi
mental. Fenilketonuria merupakan penyakit dimana penderita tidak dapat memetabolisme
fenilalanin secara baik karena tubuh tidak mempunyai enzim yang mengoksidasi
fenilalanin menjadi tirosin dan bisa terjadi kerusakan pada otak anak. Oleh
karena itu orang tersebut perlu mengontrol asupan fenilalanin ke dalam
tubuhnya. Penyakit ini tidak pernah ditemukan di Indonesia, tetapi pada orang
kulit putih, itupun hanya terjadi satu banding 15,000 ribu orang,( atriyanto,
2013).
4. Penyakit
Histidinemia
Histidinemia
merupakan kondisi yang diwariskan ditandai dengan darah tinggi tingkat asam
amino histidin, sebuah blok bangunan protein paling. Histidinemia disebabkan
oleh kekurangan (defisiensi) dari enzim yang memecah histidin. Histidinemia
biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan, dan kebanyakan orang dengan kadar
tinggi histidin tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi ini. Kombinasi
histidinemia dan komplikasi medis selama atau segera setelah lahir (seperti
kurangnya sementara oksigen) mungkin meningkatkan kesempatan seseorang
mengembangkan cacat intelektual, masalah perilaku, atau gangguan belajar,( atriyanto,
2013).
5. Kelebihan
lemak (Obesitas)
Kalori
yg dibutuhkan menurun, sehingga berat badan naik, meskipun diberi makan tidak
berlebihan. Lemak ditimbun pada jaringan subkutis, jaringan retroperitoneum,
peritoneum, omentum, pericardium, pankreas. Obesitas akan memperberat hipertensi,
diabetes, penyakit jantung,( atriyanto, 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Metabolisme meliputi segala aktivitas hidup yang bertujuan agar sel
tersebut mampu untuk tetap bertahan hidup, tumbuh, dan melakukan reproduksi.
Semua sel penyusun tubuh makhluk hidup memerlukan energi agar proses kehidupan
dapat berlangsung. Sel-sel menyimpan energi kimia dalam bentuk makanan kemudian
mengubahnya dalam bentuk energi lain pada proses metabolisme. Metabolisme
dibedakan atas anabolisme dan katabolisme.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A. 2009. Biologi jilid 1 edisi delapan. Jakarta : Erlangga
Poedjiadi, Supriyanti. 2007. Dasar-dasar
Biokimia. Bandung: UI Press.
Toha. 2001.
Biokimia, Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabeta.
Wijaya.2007. Aktif Biologi
Pelajaran Biologi Untuk kelas XII SMA/MA. Jakarta: Ganeca Exact
Wirahadikusumah. 1985. Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid. Bandung: ITB.
Anonim. 2014. Cara kerja enzim. https://.wordpress.com/2014/cara-kerja-enzim. diakses pada tanggal 22 Maret 2016
Anonim. 2013. Teknologi yang berkaitan dengan metabolisme.https://blogspot.com/2013/
Teknologi-yang-berkaitan-dengan-metabolisme. diakses pada tanggal 22 Maret 2016
Fitria. 2012. Fotosintetis. https://.Fitria. wordpress.com/2012/fotosintetis . diakses pada tanggal 22 Maret 2016
Wahyu. 2010. Kemosintetis. https://.Wahyu. bligspot.com/2010/kemosintetis . diakses pada tanggal 22 Maret 2016
No comments:
Post a Comment